Gambut
adalah tanah yang mengandung bahan organik lebih dari 30 persen,
sedangkan lahan gambut adalah lahan yang ketebalan gambutnya lebih dari
50 centimeter. Lahan yang ketebalan gambutnya kurang daripada 50
centimeter disebut lahan bergambut. Gambut terbentuk dari hasil
dekomposisi bahan-bahan organik seperti dedaunan, ranting serta semak
belukar yang berlangsung dalam kecepatan yang lambat dan dalam keadaan
anaerob.
Lahan
gambut dapat menempati cekungan, depresi, atau bagian-bagian terendah
di pelembahan, dan penyebarannya di dataran rendah sampai dataran
tinggi. Selain itu lahan gambut juga terbentuk di daerah rawa, yang
umumnya merupakan posisi peralihan di antara ekosistem daratan dan
ekosistem perairan. Sepanjang tahun atau dalam jangka waktu yang panjang
dalam setahun, lahan ini selalu jenuh air (waterlogged) atau tergenang
air.
- Gambut Dangkal, dengan ketebalan 0.5 - 1.0 m
- Gambut Sedang, memiliki ketebalan 1.0 - 2.0 m
- Gambut Dalam, dengan ketebalan 2.0 - 3.0 m
- Gambut Sangat Dalam, yang memiliki ketebalan melebihi 3.0.
- Fibrik, digolongkan demikian apabila bahan vegetatif aslinya masih dapat diidentifikasikan atau telah sedikit mengalami dekomposisi
- Hemik, disebut demikian apabila tingkat dekomposisinya sedang
- Saprik, merupakan penggolongan terakhir yang apabila telah mengalami tingkat dekomposisi lanjut.
Tanah Gambut secara umum memiliki kadar pH yang rendah, kapasitas tukar
kation yang tinggi, kejenuhan basa rendah, kandungan unsur K, Ca, Mg, P
yang rendah dan juga memiliki kandungan unsur mikro (seperti Cu, Zn, Mn
serta B) yang rendah pula.
Sebaran Kawasan Gambut di Indonesia
Di
Indonesia, keberadaan lahan gambut paling banyak dijumpai pada lahan
rawa dataran rendah di sepanjang pantai. Hamparan lahan gambut yang
sangat luas, umumnya menempati depresi-depresi yang terdapat di antara
aliran sungai–sungai besar di dekat muara yang gerakan naik turunnya air
tanah dipengaruhi pasang surut harian air laut. Pola penyebaran dataran
dan kubah gambut adalah terbentang pada cekungan luas di antara
sungai-sungai besar, dari dataran pantai ke arah hulu sungai.
Indonesia
merupakan negara keempat dengan luas lahan rawa gambut terluas di
dunia (Euroconsult, 1984), yaitu sekitar 20 juta ha, setelah Kanada
(170 juta ha), USSR (150 juta ha), dan Amerika Serikat (40 juta ha).
Berdasarkan berbagai laporan, ternyata luas lahan gambut di Indonesia
sangat bervariasi, yaitu antara 13,5-26,5 juta ha (rata-rata 20 juta
ha). Jika luas gambut Indonesia diperkirakan ada 20 juta ha, maka
sekitar 50% gambut tropika dunia (yang luas totalnya sekitar 40 juta ha)
berada di Indonesia.
Tabel Luas dan Penyebaran Lahan Gambut Tahun 2002 di Pulau Sumatera
Tabel Luas dan Penyebaran Lahan Gambut Tahun 2002 di Pulau Kalimantan
Tabel Luas dan Penyebaran Lahan Gambut Tahun 2002 di Pulau Papua
Karakteristik Ekosistem Gambut
Karakteristik Fisik
Karakteristik
fisik yang penting meliputi sifat-sifat fisik gambut, yaitu kematangan,
kerapatan isi dan ketebalan gambut, sifat hidrotopografi, sedimen di
bawah gambut, sifat biologis yang mencakup flora, fauna, dan sifat kimia
yang semuanya saling berinteraksi membentuk kesatuan lahan gambut yang
unik dan mempunyai bentuk ruang yang spesifik.
Gambut
tropika terbentuk dari sisa-sisa pepohonan, dan secara spesifik
memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan gambut suptropika yang
terbentuk dari sedge dan lumut-lumutan sehingga menghasilkan gambut yang
relatif homogen. Seperti gambut tropis lainnya, gambut di Indonesia
dibentuk oleh akumulasi residu vegetasi hutan tropis yang kaya akan
kandungan lignin dan selulosa (Andriesse, 1988). Karena lambatnya proses
dekomposisi, di dalam tanah gambut sering dijumpai adanya timbunan
batang, cabang dan akar tumbuhan besar yang terawetkan dan strukturnya
relatif masih nampak jelas.
Gambut
di Indonesia ditemukan di pegunungan dan dataran rendah. Gambut di
pegunungan relatif terbatas, sehingga jarang menjadi isu penting.
Sedangkan gambut dataran rendah mempunyai ukuran relatif luas, dapat
dibagi menjadi gambut ombrogen, yang terbentuk jauh dari pengaruh pasang
surut air laut ataupun sungai sehingga memiliki kesuburan yang sangat
rendah, dan gambut topogen yang masih memperoleh pengaruh pasang surut
sehingga lebih subur.
Kematangan
tanah gambut yang menunjukkan tingkat dekomposisi gambut merupakan
salah satu parameter penting dalam pendugaan daya dukung gambut.
Demikian pentingnya informasi tersebut sehingga tingkat dekomposisi ini
dijadikan dasar untuk penilaian subgroup dalam sistem taksonomi tanah.
Berdasarkan tingkat dekomposisinya, gambut dibedakan menjadi gambut
dengan tingkat kematangan fibrik, hemik dan saprik. Gambut dengan
tingkat kematangan fibrik adalah gambut dimana bahan organiknya masih
belum terlalu terdekomposisi dan dicirikan dengan masih terlihatnya
sifat-sifat dari jaringan tanaman. Sebaliknya gambut dengan tingkat
kematangan saprik adalah gambut dimana bahan organiknya telah
terdekomposisi lanjut, sedangkan hemik adalah gambut dimana tingkat
dekomposisi bahan organik antara keduanya. Tingkat dekomposisi gambut
sangat berhubungan dengan kesuburannya, tanah yang mempunyai tingkat
kematangan saprik lebih subur dari pada tanah dengan tingkat kematangan
fibrik.
Perlu
diperhatikan bahwa parameter tingkat kematangan gambut tersebut hingga
saat ini masih ditetapkan dengan metodologi yang tidak mencerminkan
sifat gambut tropika yang sebenarnya. Parameter lainnya yang juga
penting dalam pendugaan daya dukung gambut.adalah kerapatan isi tanah.
Kerapatan isi tanah merupakan besaran berat tanah kering (g) dibagi
volume tanah utuh (cm3). Variasi nilai bobot isi ini sangat erat
hubungannya dengan tingkat kematangan gambut. Semakin matang gambut
semakin besar nilai bobot isinya.
Perlu
diperhatikan bahwa seperti juga pada tingkat kematangan gambut, hingga
saat ini parameter kerapatan isi masih ditetapkan dengan metodologi
kurang sesuai untuk gambut tropika. Padahal nilai bobot isi ini
diperlukan untuk semua perhitungan, seperti penentuan kandungan
unsur-unsur seperti karbon, kandungan padatan dan keadaan porositas
tanah. Ketebalan gambut yang dijumpai dalam keadaan alami sangat
tergantung dengan umur pembentukan tanah gambut tersebut. Berdasarkan
lokasi tempat terbentuknya gambut dapat dibagi kedalam: gambut pantai
dan gambut pedalaman. Gambut pantai (coastal peat) umumnya mempunyai
ketebalan lebih tipis dari pada gambut pedalaman yang terbentuk pada
teras pleistosen. Berkaitan dengan kedua sifat sebelumnya, umumnya pada
lapisan permukaan gambut cenderung lebih matang dan kerapatannya semakin
tinggi. Ketiga sifat dasar ini sangat menentukan kesuburan dan daya
dukung lingkungan gambut.
Walaupun
pemanfaatan lahan rawa gambut secara besar-besaran oleh pemerintah
telah dimulai sejak tahun 70-an, akan tetapi informasi ketebalan gambut
yang akurat pada saat awal pembukaan lahan sangat sulit diperoleh. Hal
ini disebabkan oleh identifikasi tanah gambut pada waktu itu umumnya
lebih ditujukan untuk mengklasifikasikannya ke dalam sistem Soil
Taxonomy yaitu identifikasi profil tanah hanya didasarkan pada
kedalaman maksimum dua atau tiga meter. Akibatnya ketebalan gambut
umumnya hanya dinyatakan sebagai >2 meter atau >3 meter dan
berapa nilai persisnya tidak diketahui.
Pembukaan
lahan gambut untuk berbagai keperluan sering dilakukan dengan membangun
jaringan drainase. Akibatnya akan terjadi penurunan permukaan gambut
(subsidence) sebagai akibat dari kehilangan air dan meningkatnya proses
dekomposisi bahan organik. Setelah gambut mengering, gambut tersebut
akan sulit menjadi basah atau lembab kembali, karena sifatnya yang
irreversible drying. Partikel-partikel gambut yang telah mengering
sering disebut pseudosand yang mudah tererosi oleh angin maupun terbawa
oleh aliran air dan juga menjadi mudah terbakar.
Hidrotopografi
Casino Review 2021 - Jtmhub
ReplyDeleteOur experience covers casino, 상주 출장안마 sportsbook, and 충청남도 출장마사지 poker. 전라북도 출장안마 Plus the bonuses and promotions 이천 출장샵 that the company offers. 양산 출장샵 Learn more here! Rating: 4.7 · Review by PJM Hub