Hidrotopografi
mencerminkan kaitan antara topografi gambut dengan permukaan air tanah.
Pada kawasan gambut yang mempunyai kubah, semakin ke pusat kubah
permukaan air tanah semakin dalam. Dengan demikian apabila dibuat
saluran drainase di kawasan kubah, maka air cenderung akan keluar dari
kawasan tersebut. Akibat selanjutannya adalah berkurang atau hilangnya
kemampuan untuk menahan intrusi air laut. Pada kawasan gambut yang
tidak mempunyai kubah, air tanah selalu menggenang pada saat musim hujan
atau saat fluktuasi air naik (contohnya kasus Rawa Lebak). Pada kawasan
ini air tanah lebih sulit diatur kecuali dibuat penahan. Variasi
kondisi ini diikuti juga oleh perbedaan kualitas air tanah dan kesuburan
tanah gambut itu sendiri.
Sedimen di Bawah Gambut
Pengalaman
menunjukkan bahwa hampir semua lahan gambut yang bermasalah selalu
berhubungan dengan meningkatnya kemasaman tanah pada lahan tersebut
sebagai akibat dari teroksidasinya mineral pirit di bawah lapisan
gambut.
Tipe
sedimen di bawah lapisan gambut sangat bervariasi karena gambut di
Indonesia terbentuk di lingkungan yang sangat beragam. Secara garis
besar gambut dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
- Gambut pleistosen teras, yang terletak di atas sedimen kuarsa putih (seperti di Palangkaraya,
- Berengbengkel Pangkalan Bun, Tanjung Putting) dan umumnya berkembang menjadi hutan Kerangas, atau di atas sedimen liat,
- Gambut sistem sungai, yang terletak di atas sedimen liat dengan lingkungan pengendapan sungai (Rawa Lakbok, Rawa Pening), atau di atas sedimen kapur (Kolonodale Sulteng),
- Gambut sistem pantai, yang terletak di atas sedimen sistem mangrove, laguna, beting pasir, pasir pantai, dan sebagainya.
Masing-masing
sedimen di bawah gambut tersebut menunjukkan sifat yang sama sekali
berbeda, oleh karena itu prinsip kebijakan pengelolaan lahan gambut
harus sangat memperhatikan aspek ini.
Flora dan Fauna
Dari
hutan alam gambut dihasilkan tidak kurang dari 50 jenis pohon yang
sudah teridentifikasi dan beberapa diantaranya mulai harus dilindungi
karena hampir habis akibat penebangan untuk keperluan properti,
furnitur, dan pasar ekspor. Di samping itu juga dihasilkan berbagai
hasil hutan non-kayu seperti getah, rotan, madu, buah-buahan hutan,
tanaman hias, bahan baku obat-obatan tradisional, bulu binatang buruan,
serta tumbuhan bawah sebagai sumber pakan satwa liar.
Dari
hutan gambut juga ditemukan berbagai fauna, seperti : amfiibi, reptil,
sejumlah mamalia, dan aves, serta biota perairan, seperti plankton, dan
benthos yang merupakan indikator pencemaran perairan. Selain potensi
yang sudah diketahui ini, masih ada potensi yang belum diketahui. Untuk
mengoptimumkan kedua situasi ini maka perlu dilakukan perlindungan dan
pemanfaatan kawasan yang unik biodiversitasnya.
Karakteristik Ruang
Kawasan
gambut mempunyai unit ruang yang dapat ditinjau dari berbagai sisi,
misalnya dari air atau dinamika alami lainnya. Dengan mengenali
batas-batas alami yang membatasi bekerjanya mekanisme proses ekologis
yang berhubungan dengan daya dukung dan dinamika kehidupan dalam
ekosistem lahan gambut, maka dapat dibuat suatu batas wilayah, yang
dalam hal ini disebut sebagai Unit Hidrologis Gambut. Dalam proses
perencanaan pemanfaatan dan pengembangan lahan gambut, unit hidrologis
gambut ini harus diperlakukan sebagai satu satuan pengelolaan yang tidak
terpisahkan oleh batas administrasi.
Menurut
lokasi pembentukannya, gambut dapat terbentuk dalam (a) sistem rawa
danau, (b) sistem rawa belakang tanggul sungai besar (backswamp) yang
biasanya disebut sebagai sistem rawa lebak, dan (c) sistem rawa pantai.
Sistem
rawa danau dapat terbentuk sebagai bagian danau bekas krater volkan
(volcanic crater), danau tapal kuda (oxbow lake), danau dalam sistem
Gambut (sinkhole, doline), danau sebagai bagian dari sistem struktural
seperti lipatan (folding system). Gambut dalam sistem rawa danau ini
biasanya berada di dalam daratan (pulau atau kontinen), oleh karena itu
sering disebut sebagai gambut pedalaman. Batas eko-fungsional gambut
dalam sistem rawa danau ini adalah batas danau itu sendiri.
Sistem
rawa lebak merupakan bagian dari sistem daerah aliran sungai (DAS),
namun sub-ekosistem ini sangat berbeda dengan sub-ekosistem lain dalam
sistem DAS. Oleh karena itu dalam pengelolaannya juga spesifik. Batas
wilayah eko-fungsional sistem gambut di rawa lebak adalah tanggul
sungai utama, anak-anak sungai di kanan-kirinya, dan daratan. Jika
dibangun suatu sistem daerah sungai, maka batas daerah unit
hidrologisnya harus terdapat di dalam sistem yang lebih besar dan tidak
bertentangan.
Sistem
rawa pantai merupakan sistem yang berhubungan dengan batas daratan dan
lautan. Sistem rawa pantai ini terbentuk oleh karena kenaikan permukaan
air laut (transgression). Oleh karena itu maka dasar (basement) dari
lapisan gambut tersebut dapat merupakan beberapa unit geomorfologi
seperti tanggul-alami (natural levee), dataran pelimpasan (crevasse
splay-deposit plain), punggung pasir pantai (natural beach ridges),
gumuk pasir (sand dunes), sedimen mangrove (mangrove sediments) dan
lainnya. Batas dari sistem rawa pantai ini adalah lautan, dan daratan
baik pada bagian kiri-kanan dan hulunya. Dalam sistem rawa pantai ini
terdapat sungai-sungai yang saling berhubungan satu dengan yang lain,
sehingga di dalam sistem ini dimungkinkan ada pulau atau delta. Pulau
atau delta ini senantiasa berbatasan dengan sungai-sungai, atau sungai
dengan laut. Sebagian besar gambut di Indonesia adalah gambut dalam
sistem rawa pantai, seperti gambut di pantai timur Sumatra, pantai barat
dan selatan Kalimantan, dan di pantai selatan dan leher burung Papua.
Semua
sistem rawa ini mempunyai potensi membentuk daerah kubah, dan
keberadaan kubah tergantung proses pembentukan kawasan gambut tersebut.
Dalam beberapa kasus semua sistem gambut seperti danau, rawa lebak,
delta dan lain-lain dimungkinkan terbentuknya kubah (dome) dengan
sistem hidrologis yang khas. Dinamika sistem hidrologis dalam kubah
gambut ini sangat menentukan dinamika kehidupan yang didukungnya.
Beragamnya
proses dan lingkungan pembentukan lahan gambut, menyebabkan kondisi
masing-masing lahan gambut berbeda sehingga dibutuhkan manajemen yang
spesifik dan berbeda dengan tempat lainnya. Uraian mengenai
karakteristik gambut di atas menjadi pertimbangan bahwa lahan gambut
harus dikembangkan secara utuh, atau dengan kata lain setiap unit
hidrologis gambut ini harus diperlakukan sebagai satu satuan pengelolaan
yang tidak terpenggal-penggal oleh batas administrasi, serta harus
berdasarkan studi dan informasi yang lengkap mengenai karakteristiknya
sehingga tidak menimbulkan kerusakan dan dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan. Jika dilakukan pembangunan di dalam suatu sistem daerah
sungai, yang didalamnya ada kawasan gambut, maka batas daerah unit
hidrologis daerah gambut tersebut harus dilihat di dalam sistem yang
lebih besar. Dalam hal ini batas hidrologis DAS secara keseluruhan dan
batas hidrologis gambut harus bersesuaian.
Fungsi Dan Manfaat Ekosistem Gambut
Gambut
mulai gencar dibicarakan orang sejak sepuluh tahun terakhir, ketika
dunia mulai menyadari bahwa sumberdaya alam ini tidak hanya berfungsi
sebagai pengatur hidrologi, sarana konservasi keanekaragaman hayati,
tempat budi daya, dan sumber energi; tetapi juga memiliki peran besar
sebagai pengendali perubahan iklim global karena kemampuannya dalam
menyerap dan menyimpan cadangan karbon dunia. Beberapa nilai tambah
diringkas pada uraian berikut.
Pengatur air
Gambut
memiliki porositas yang tinggi sehingga mempunyai daya menyerap air
yang sangat besar. Apabila jenuh, gambut saprik, hemik dan fibrik dapat
menampung air berturut-turut sebesar 450 persen, 450 – 850 persen dan
lebih dari 850 persen dari bobot keringnya atau hingga 90 persen dari
volumenya. Karena sifatnya itu, gambut memiliki kemampuan sebagai
penambat (reservoir) air tawar yang cukup besar sehingga dapat menahan
banjir saat musim hujan dan sebaliknya melepaskan air tersebut pada
musim kemarau sehingga dapat mencegah intrusi air laut ke darat. Selain
itu, hal yang penting diketahui adalah dalam kubah gambut terdapat air
yang ‘terjebak’ dalam ruang yang besar, yang berperan mengangkat kubah
tanah gambut.
Fungsi
gambut sebagai pengatur hidrologi dapat terganggu apabila mengalami
kondisi drainase yang berlebihan karena material ini memiliki sifat
kering tak balik, porositas yang tinggi, dan daya hantar vertikal yang
rendah. Gambut yang telah mengalami kekeringan sampai batas kering tak
balik, akan memiliki bobot isi yang sangat ringan sehingga mudah hanyut
terbawa air hujan, strukturnya lepas-lepas seperti lembaran serasah,
mudah terbakar, sulit menyerap air kembali, dan sulit ditanami kembali.
Habitat Hayati
Sebagai
habitat unik bagi kehidupan beraneka macam flora dan fauna, bila lahan
ini mengalami kerusakan, maka dunia akan kehilangan ratusan spesies
flora dan fauna, karena kelompok tersebut tidak mampu tumbuh pada
habitat lainnya. Keanekaragaman hayati yang hidup di habitat lahan
gambut merupakan sumber plasma nutfah yang (mungkin) dapat digunakan
untuk memperbaiki sifat-sifat varietas atau jenis flora dan fauna
komersial sehingga diperoleh komoditas yang tahan penyakit, berproduksi
tinggi, atau sifat-sifat menguntungkan lainnya. Lahan gambut juga
merupakan habitat ikan air tawar yang merupakan komoditas dengan nilai
ekonomi yang tinggi dan penting untuk dikembangkan, seperti seperti
gabus, toman, jelawat, tapah, dan sebagainya.
Bahan Baku Energi dan Bahan Baku lainnya
Gambut
dapat ditambang untuk keperluan energi maupun keperluan lain seperti
media tanaman dan bahan industri. Untuk keperluan energi, gambut ini
masih dipakai khususnya di daerah subtropis, sedangkan di daerah tropis
jarang dilakukan. Penggunaan gambut sebagai sumber energi di tropis
relatif tidak lestari karena proses pulihnya gambut sangat lama
(dibandingkan dengan gambut di subtropis) dan kandungan energinya
relatif rendah sehingga secara ekonomis tidak menguntungkan. Tetapi jika
dimanfaatkan sebagai bahan baku non energi mungkin menguntungkan,
seperti untuk bahan baku industri, dan hal tersebut tergantung oleh
berbagai variabel ekonomi lainnya.
Mengingat
pemanfaatan gambut terjadi seperti di Indonesia adalah usaha
pemanfaatan sumberdaya alam tidak dapat pulih (non renewable resources)
maka dalam usaha pemanfaatannya harus memperhatikan sifat-sifat sedimen
di bawah gambut yang mungkin mempersulit usaha-usaha selanjutnya.
Contohnya sedimen berpirit (tanah sulfat masam) dan pasir kuarsa.
Gambut
jika akan dimanfaatkan sebagai bahan baku energi ataupun non energi
maka selain harus mempertimbangkan aspek ekonomis, juga harus
mempertimbangkan fungsi kawasan lain, fungsi hidrologi dalam satu unit
hidrologi, pengendali iklim, fungsi kehati atau fungsi gambut lainnya.
Fungsi kawasan lainnya sering tidak diperhatikan dalam kaitannya dengan
peranannya akan baik jika lingkungan sekitarnya atau yang terkait tidak
terganggu.
Sarana Budidaya
Lahan
gambut juga sangat berpotensi sebagai sarana budidaya pertanian atau
perkebunan berkelanjutan, sepanjang tetap memperhatikan kaidah-kaidah
konservasi dan menggunakan teknologi yang tepat, serta pemilihan
komoditas yang adaptif. Awalnya di Indonesia pemanfaatan gambut
diarahkan ke tanaman pangan terutama dalam mendukung pengembangan daerah
transmigrasi. Tetapi saat ini orientasi penggunaan lahan gambut sudah
beralih ke tanaman tahunan (perkebunan atau kehutanan), yang
persyaratannya berbeda dengan tanaman pangan; dan lebih mudah. Secara
ideal kombinasi berbagai komoditas, seperti: hutan, tanaman tahunan,
tanaman setahun, ternak atau ikan yang sudah beradaptasi secara lokal,
yang memungkinkan adanya sifat saling mendukung akan membuat kawasan
gambut lebih lestari.
Pengatur Iklim Global
Gambut
menjadi isu penting dalam sepuluh tahun terakhir, ketika dunia mulai
menyadari fungsi gambut sebagai pengendali perubahan iklim global karena
kemampuannya dalam menyerap dan menyimpan cadangan karbon dunia. Gambut
Indonesia menyimpan cadangan karbon sebesar 46 GT (atau 46x109 ton),
sehingga memiliki peran yang cukup besar sebagai penjaga iklim global.
Apabila gambut tersebut terbakar atau mengalami kerusakan, materi ini
akan mengeluarkan gas terutama CO2, N2O, dan CH4 ke udara dan siap
menjadi perubah iklim dunia. Di lain pihak, walaupun lahan gambut dalam
keadaan tidak terkeringkan atau terbakar, oleh beberapa peneliti, lahan
gambut dicatat juga sebagai penyumbang emisi gas metan (CH4) ke udara.
Besaran sumbangan emisi ini dalam kurun waktu tertentu secara
keseluruhan belum diketahui, sehingga perlu diteliti.
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
ReplyDeleteJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)