Tuesday, June 28, 2011

KEANEKARAGAMAN DAN KEMELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS

(penulis: Budi Nugroho & Erfan Taufik Ardianto)



Pendahuluan

Keanekaragaman hayati merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui secara terbatas. Potensi sumber daya alam hayati tersebut bervariasi, tergantung dari letak suatu kawasan dan kondisinya. Pengertian istilah sumberdaya alam hayati cukup luas, yakni mencakup sumber daya alam hayati, tumbuhan, hewan, bentang alam (landscape) dan sosial budaya. Indonesia memiliki keanekaragaman sumberdaya alam hayati yang berlimpah ruah sehingga dikenal sebagai negara megabiodiversity. Meskipun luas arealnya hanya mencakup 1,3% dari seluruh luas permukaan bumi, namun kekayaan jenis makhluk hidupnya mencapai 17% dari seluruh total jenis yang ada di dunia. Dari sekian besar kekayaan jenis di Indonesia, baru sebagian kecil yang telah benar – benar dipelajari dan dipahami oleh manusia.
Keanekaragaman hayati didefinisikan sebagai keanekaragaman makhluk dan hal – hal yang berhubungan dengan lingkungan makhluk tersebut . Keanekaragaman hayati mencakup tiga tingkatan yaitu :
  1. Keanekaragaman genetik, merupakan keanekaragaman yang paling hakiki, karena keanekaragaman ini dapat berlanjut dan bersifat diturunkan. Keanekaragaman genetik ini berhubungan dengan keistimewaan ekologi dan proses evolusi.
  2. Keanekaragaman jenis, meliputi flora dan fauna. Beranekaragam jenis memiliki perilaku, strategi hidup, bentuk, rantai makanan, ruang dan juga ketergantungan antara jenis satu dengan yang lainnya. Adanya keanekaragaman yang tinggi akan menghasilkan kestabilan lingkungan yang mantap.
Keanekaragaman ekosistem, berupa plasma nutfah bersama lingkungannya. Keanekaragaman ekosistem merupakan keanekaragaman hayati yang paling kompleks. berbagai keanekaragaman ekosistem yang ada di Indonesia misalnya ekosistem hutan dan pantai, hutan payau (mangrove), hutan tropika basah, terumbu karang, dan beberapa ekosistem pegunungan, perairan darat maupun lautan. Pada setiap ekosistem terdapat berbagai jenis organisme, baik flora maupun fauna, dan mereka memiliki tempat hidup yang unik.
Kehidupan di air dijumpai tidak hanya pada badan air tetapi juga pada dasar air yang padat. Di dasar air, jumlah kehidupan sangat terbatas, karena ketersediaan nutrien juga terbatas. Oleh karena itu hewan yang hidup di air dalam, hanyalah hewan-hewan yang mampu hidup dengan jumlah dan jenis nutrien juga terbatas, sekaligus bersifat bartoleran (Isnaeni, 2002). Hewan yang hidup di dasar perairan adalah makrozoobentos. Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam ekosistem perairan sehubungan dengan peranannya sebagai organisme kunci dalam jaring makanan. Selain itu tingkat keanekaragaman yang terdapat di lingkungan perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran. Dengan adanya kelompok bentos yang hidup menetap (sesile) dan daya adaptasi bervariasi terhadap kondisi lingkungan, membuat hewan bentos seringkali digunakan sebagai petunjuk bagi penilaian kualitas air. Jika ditemukan limpet air tawar, kijing, kerang, cacing pipih siput memiliki operkulum dan siput tidak beroperkulum yang hidup di perairan tersebut maka dapat digolongkan kedalam perairan yang berkualitas sedang (Pratiwi dkk, 2004).
Makrobentos memiliki peranan ekologis dan struktur spesifik dihubungkan dengan makrofita air yang merupakan materi autochthon. Karakteristik dari masing-masing bagian makrofita akuatik ini bervariasi, sehingga membentuk substratum dinamis yang komplek yang membantu pembentukan interaksi-interaksi makroinvertebrata terhadap kepadatan dan keragamannya sebagai sumber energi rantai makanan pada perairan akuatik. Menurut Welch (1980), kecepatan arus akan mempengaruhi tipe substratum, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kepadatan dan keanekaragaman makrobentos. Sebagaimana kehidupan biota lainnya, penyebaran jenis dan populasi komunitas bentos ditentukan oleh sifat fisika, kimia dan biologi perairan. Sifat fisik perairan seperti pasang surut, kedalaman, kecepatan arus, warna, kekeruhan atau kecerahan dan suhu air. Sifat kimia perairan antara lain, kandungan gas terlarut, bahan organik, pH, kandungan hara dan faktor biologi yang berpengaruh adalah komposisi jenis hewan dalam perairan diantaranya adalah produsen yang merupakan sumber makanan bagi hewan bentos dan hewan predator yang akan mempengaruhi kelimpahan bentos (Setyobudiandi, 1997).


Keanekaragaman Jenis Makrozoobentos

Keanekaragaman jenis makrozoobentos menurut Krebs (1985), keanekaragaman jenis yang paling sederhana adalah menghitung jumlah jenis (kekayaan jenis). keanekaragaman jenis adalah gabungan antara jumlah jenis dan jumlah individu masing-masing jenis dalam komunitas (Desmukh, 1992). Sedangkan pengertian lain keanekaragaman jenis adalah sebagai suatu karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologisnya ( Soegianto, 1994).
Bentos adalah organisme-organisme yang hidup pada dasar perairan (Ramli, 1989). Menurut Odum (1993) bentos adalah organisme yang melekat atau beristirahat pada dasar atau hidup di dasar endapan. Berdasarkan ukurannya, hewan bentos yang tersaring dengan saringan bentos berukuran 0,5 mm disebut makrobentos (Setyobudiandi, 1997).


Ekosistem Perairan

Ekosistem merupakan tingkat organisasi yang lebih tinggi dari komunitas atau merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan lingkungannya dimana terjadi antar hubungan. Menurut Undang-undang Lingkungan Hidup (UULH, No 23 Tahun 1997) ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup. Menurut Susanto, (2000) ekosistem adalah suatu unit lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan fungsional yang sistematik antara sesama makhluk hidup dan antara makhluk hidup dengan komponen lingkungan abiotik. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan pH sekitar 6, kondisi permukaan air tidak selalu tetap, ada kalanya naik turun, bahkan suatu ketika dapat pula mengering (Irwan, 1997).


Makrozoobentos

Zoobentos adalah hewan yang melekat atau beristirahat pada dasar atau hidup di dasar endapan (Odum, 1993). Hewan ini merupakan organisme kunci dalam jaring makanan karena dalam sistem perairan berfungsi sebagai pedator, suspension feeder, detritivor, scavenger dan parasit. Makrobentos merupakan salah satu kelompok penting dalam ekosistem perairan. Pada umumnya mereka hidup sebagai suspension feeder, pemakan detritus, karnivor atau sebagai pemakan plankton.
Berdasarkan cara makannya, makrobentos dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
  1. Filter feeder, yaitu hewan bentos yang mengambil makanan dengan menyaring air;
  2. Deposit feeder, yaitu hewan bentos yang mengambil makanan dalam substrat dasar.
Kelompok pemakan bahan tersuspensi (filter feeder) umumnya tedapat dominan disubstrat berpasir misalnya moluska-bivalva, beberapa jenis echinodermata dan crustacea. Sedangkan pemakan deposit banyak tedapat pada substrat berlumpur seperti jenis polychaeta.
Berdasarkan keberadaannya di perairan, makrobentos digolongkan menjadi kelompok epifauna, yaitu hewan bentos yang hidup melekat pada permukaan dasar perairan, sedangkan hewan bentos yang hidup didalam dasar perairan disebut infauna. Tidak semua hewan dasar hidup selamanya sebagai bentos pada stadia lanjut dalam siklus hidupnya. Hewan bentos yang mendiami daerah dasar misalnya, kelas polychaeta, echinodermata dan moluska mempunyai stadium larva yang seringkali ikut terambil pada saat melakukan pengambilan contoh plankton.
Komunitas bentos dapat juga dibedakan berdasarkan pergerakannya, yaitu kelompok hewan bentos yang hidupnya menetap (bentos sesile), dan hewan bentos yang hidupnya berpindah-pindah (motile). Hewan bentos yang hidup sesile seringkali digunakan sebagai indikator kondisi perairan (Setyobudiandi, 1997).
Distribusi bentos dalam ekonomi perairan alam mempunyai peranan penting dari segi aspek kualitatif dan kuantitatif. Untuk distribusi kualitatif, keadaan jenis dasar berbeda terdapat aksi gelombang dan modifikasi lain yang membawa keanekaragaman fauna pada zona litoral. Zona litoral mendukung banyak jumlah keanekaragaman fauna yang lebih besar daripada zona sublitoral dan profundal. Populasi litoral dan sublitoral, khususnya bentuk mikroskopik. Terdapat banyak serangga dan moluska, dua kelompok ini biasanya sebanyak 70% atau lebih dari jumlah komponen spesies yang ada. Dengan peningkatan kedalaman yang melebihi zona litoral, jumlah spesies bentik biasanya berkurang. Pengaruh perbedaan jenis substrat dasar dimodifikasi oleh massa alga filamen yang menutupi luas area. Substrat dasar lumpur sering digambarkan sebagai pendukung jumlah spesies (Welch, 1952).


Faktor- faktor lingkungan yang mempengaruhi bentos

Sebagaimana kehidupan biota lainnya, penyebaran jenis dan populasi komunitas bentos ditentukan oleh sifat fisik, kimia dan biologi perairan. Sifat fisik perairan seperti pasang surut, kedalaman, kecepatan arus, kekeruhan atau kecerahan, substrat dasar dan suhu air. Sifat kimia antara lain kandungan oksigen dan karbondioksida terlarut, pH, bahan organik, dan kandungan hara berpengaruh terhadap hewan bentos. Sifat-sifat fisika-kimia air berpengaruh langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan bentos. Perubahan kondisi fisika-kimia suatu perairan dapat menimbulkan akibat yang merugikan terhadap populasi bentos yang hidup di ekosistem perairan (Setyobudiandi, 1997).
Oksigen adalah gas yang amat penting bagi hewan. Perubahan kandungan oksigen terlarut di lingkungan sangat berpengaruh terhadap hewan air. Kebutuhan oksigen bervariasi, tergantung oleh jenis, stadia, dan aktivitas. Kandungan oksigen terlarut mempengaruhi jumlah dan jenis makrobentos di perairan. Semakin tinggi kadar O2 terlarut maka jumlah bentos semakin besar.
Nilai pH menunjukkan derajad keasaman atau kebasaan suatu perairan yang dapat mempengaruhi kehidupan tumbuhan dan hewan air. pH tanah atau substrat akan mempengaruhi perkembangan dan aktivitas organisme lain. Bagi hewan bentos pH berpengaruh terhadap menurunnya daya stress.
Penetrasi cahaya seringkali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesis dimana habitat akuatik dibatasi oleh kedalaman. Kekeruhan, terutama disebabkan oleh lumpur dan partikel yang mengendap, seringkali penting sebagai faktor pembatas. Kekeruhan dan kedalaman air pempunyai pengaruh terhadap jumlah dan jenis hewan bentos.
Tipe substrat dasar ikut menentukan jumlah dan jenis hewan bentos disuatu perairan (Susanto, 2000). Tipe substrat seperti rawa tanah dasar berupa lumpur. Macam dari substrat sangat penting dalam perkembangan komunitas hewan bentos. Pasir cenderung memudahkan untuk bergeser dan bergerak ke tempat lain. Substrat berupa lumpur biasanya mengandung sedikit oksigen dan karena itu organisme yang hidup didalamnya harus dapat beradaptasi pada keadaan ini (Ramli, 1989).
Perubahan tekanan air ditempat-tempat yang berbeda kedalamannya sangat berpengaruh bagi kehidupan hewan yang hidup di dalam air. Perubahan tekanan di dalam air sehubungan dengan perubahan kedalaman adalah sangat besar. Faktor kedalaman berpengaruh terhadap hewan bentos pada jumlah jenis, jumlah individu, dan biomass. Sedangkan faktor fisika yang lain adalah pasang surut perairan, hal ini berpengaruh pada pola penyebaran hewan bentos (Susanto, 2000).
Faktor biologi perairan juga merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup masyarakat hewan bentos sehubungan dengan peranannya sebagai organisme kunci dalam jaring makanan, sehingga komposisi jenis hewan yang ada dalam suatu perairan seperti kepiting, udang, ikan melalui predasi akan mempengaruhi kelimpahan bentos.


Pustaka

Desmukh, I. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Terjemahan Kuswata Kartawinata dan Sarkat Danimiharja. Jakarta: Yayasan obor Indonesia.

Isnaeni, W. 2002. Fisiologi Hewan. Semarang: Universitas Negeri Semarang

Irwan, D. 1997. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem & Komunitas Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.

Krebs, C.J. 1985. Ecology : The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Third Edition. New York: Harper and Row Publisher Inc.

Pratiwi, N, Krisanti, Nursiyamah, I. Maryanto, R. Ubaidillah, & W. A. Noerdjito. 2004. Panduan Pengukuran Kualitas Air Sungai. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Ramli, D. 1989. Ekologi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Setyobudiandi, I. 1997. Makrozoobentos. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Soegianto, A. 1994. Ekologi Kwantitatif metode Analisis Populasi Komunitas. Surabaya: Usaha Nasional.

Susanto, P. 2000. Pengantar Ekologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Welch, S. 1952. Limnology. New York: Mc Graw Hill Book Company.


= = =  ETA 2011  = = =

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan Anda ke blog kami, mohon masukkannya