Wednesday, July 27, 2011

Analisis Kemasakan Tebu


Untuk mengetahui apakah tebu yang ditanam di suatu kebun itu sudah waktunya untuk ditebang atau belum, tidak cukup hanya dilihat dari tanda-tanda fisiknya yakni daunnya yang sudah hampir mengering semua serta sebagian besar sudah mengelupas, sebab tanda-tanda tersebut dapat disebabkan oleh hal lain seperti akibat kekeringan. Cara yang umum dilakukan adalah dengan melakukan analisis kemasakan atau sering disebut analisis gilingan contoh atau analisis gilingan kecil atau analisis pendahuluan. Hasil analisis kemasakan tidak didasarkan oleh tinggi rendahnya rendemen efektif hasil gilingan besar, karena sample/contoh/cuplikan yang diambil tidak mewakili seluruh/sebagian kebun misalnya satu petak tebang.

Tata cara pelaksanaan analisis kemasakan khususnya pada kebun yang kondisi pertumbuhannya homogen adalah sebagai berikut.
  1. menentukan petak maupun juringan contoh;
  2. kemudian dari juringan-juringan contoh tersebut ditentukan letak batang contoh,dimana batang-batang tersebut akan diambil/ditebang pada setiap periode/rondenya. Yang penting baik juringan maupun batang contoh haruslah mewakili kondisi pertanaman dari seluruh areal tersebut;
  3. Selanjutnya melakukan analisis yakni dengan langkah-langkah menglentek daun, menghitung, menimbang dan mengukur batang serta menghitung jumlah ruasnya;
  4. memotong tiap batang menjadi 3 bagian (bawah, tengah dan atas/BTA) yang sama panjang, masing-masing ditimbang,dibelah, dihitung jumlah ruasnya, serangan hama (khususnya penggerek batang dan bakteriosis), keadaan “voos ” (gabes) atau adanya lubang di tengah batang;
  5. tiap kelompok bagian batang tersebut digiling di gilingan kecil dengan faktor perah diusahakan mencapai 60 %;
  6. dari nira tersebut dengan peralatan laboratorium dapat diperoleh nilai brix dan pol dan dapat dihitung Nilai nira (NN) dan Hasil bagi Kemurnian (HK).
Dari analisis beberapa ronde dapat diketahui secara tepat keadaan/faktor kemasakan (FK), kemungkinan/kosien peningkatan (KP) dan keadaan/kosien daya tahannya (KDT) dengan rumus sebagai berikut .


Nilai FK akan terus mengalami penurunan dari 100 menuju 0, maka tebu dikatakan masak ketika FK mendekati angka 0. Menurut beberapa sumber nilai FK yang ideal dimana tebu layak untuk ditebang adalah sekitar 25. Kosien peningkatan sebaliknya berjalan dari 0 sampai > 100. Jika FK > 100% , rendemen tersebut masih bisa meningkat, namun bila sudah menurun dibawah 100 berarti rendemen sudah menurun. Demikian juga KDT apabila nilainya 100% atau lebih sedikit, kondisi tebu (terhadap kemasakannya) masih dapat ditahan untuk sementara. Bila sudah kurang dari 100% menandakan sudah terjadi perombakan gula menjadi bukan gula yang disebabkan oleh terlalu masak.

Penentuan kemasakan tebu dengan cara analisis tiga bagian seperti diuraikan di atas terasa rumit dan memerlukan tenaga, waktu dan kecermatan, yang berarti juga menambah beban biaya pengelolaan tebu. Belum lagi karena setiap rondenya ada batang-batang yang perlu dikorbankan ditebang untuk dianalisis, menyebabkan pemilik kebun sering keberatan dilakukan analisis tersebut.

Ditinjau dari kondisi tanaman tebu dilapangan saat ini, tampaknya agak sulit mencapai persyaratan untuk dilaksanakan analisis tersebut. Karena sangat langka kebun tebu berada dalam suatu hamparan yang relatif homogen, baik varietasnya, masa tanamnya, kategori tanamannya, penyediaan airnya, kondisi batang biasanya juga sangat heterogen seperti banyak yang roboh, doyong, mati sogolan dll. Kondisi seperti itu terutama terlihat pada tebu rakyat, khususnya TRB. Dengan kondisi yang tidak homogen tentu saja sample yang diambil sering kurang mewakili dan menyebabkan penyimpangan data kemasakannya.
 
      

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan Anda ke blog kami, mohon masukkannya