Kelas III
Dibandingkan
dengan kelas II, tanah pada lahan kelas III ini memiliki faktor
penghambat lebih besar, jika akan dimanfaatkan untuk tanaman pertanian
memerlukan tindakan pengawetan khusus yang umumnya lebih sulit baik
dalam pelaksanaan maupun pemeliharaannya. Faktor-faktor penghambat pada
lahan kelas III antara lain; lereng agak miring atau sangat peka
terhadap bahaya erosi, kondisi drainase buruk, permeabilitas tanah
sangat lambat, solum dangkal yang membatasi daerah perakaran, kapasitas
menahan air rendah, serta kesuburan yang rendah dan tidak mudah untuk
diperbaiki. Jika lahan ini akan dimanfaatkan maka memerlukan tindakan
pengawetan khusus diantaranya perbaikan drainase, melakukan sistem
pertanaman seperti penanaman dalam jalur atau bergilir dengan tanaman
penutup tanah, pembuatan teras, selain itu diperlukan pemupukan dan
penambahan bahan organik untuk meningkatkan kesuburan tanah.
Kelas IV
Tanah
pada lahan kelas IV memiliki faktor penghambat yang lebih besar
dibandingkan dengan kelas III, oleh karena itu pemilihan jenis
penggunaan atau jenis tanaman juga terbatas. Tanah pada lahan kelas IV
dapat digunakan untuk berbagai jenis penggunaan pertanian dengan resiko
bahaya kerusakan yang lebih besar dibandingkan dengan kelas III. Faktor
penghambat yang terdapat pada lahan kelas IV adalah sebagai berikut:
lereng curam, sangat peka terhadap erosi, solum dangkal, kapasitas
penahan air rendah, serta drainase buruk. Jika lahan ini akan
dimanfaatkan untuk pertanian membutuhkan penanganan seperti pada kelas
III dan membutuhkan waktu hingga 5 tahun agar dapat ditanami.
Kelas V
Tanah
pada lahan kelas V ini tidak sesuai untuk ditanami dengan tanaman
semusim, tetapi lebih sesuai untuk ditanami dengan vegetasi permanen
seperti tanaman kehutanan. Tanah pada lahan kelas V terletak pada
daerah-daerah yang lebih datar, basah (tergenang air, misalnya daerah
rawa), atau juga terlalu banyak batu diatas permukaan tanah.
Kelas VI
Tanah
pada lahan kelas VI tidak sesuai untuk diusahakan bagi usahatani
tanaman semusim, tetapi sesuai untuk vegetasi permanen, padang rumput,
atau tanaman hutan. Tanah ini memiliki lereng yang curam, sehingga mudah
tererosi atau sudah mengalami erosi yang berat sehingga solum tanahnya
sangat dangkal. Jika akan dimanfaatkan untuk tanaman semusim memerlukan
tindakan pengawetan khusus antara lain: pembuatan teras bangku, serta
pengolahan menurut kontur. Untuk penggunaan sebagai padang rumput perlu
penanganan sedemikian rupa sehingga seluruh permukaan tanah dapat
tertutup rumput.
Kelas VII
Seperti
pada lahan kelas V dan kelas VI, tanah pada kelas VII ini tidak sesuai
dimanfaatkan untuk usahatani atau tanaman semusim, sehingga semestinya
dibiarkan sesuai dengan lingkungan alaminya. Tanah pada lahan kelas VII
pada umumnya terletak pada lereng yang sangat curam atau telah mengalami
erosi berat dengan kondisi solum yang sangat dangkal atau berbatu.
Kelas VIII
Tanah
pada kelas VIII tidak sesuai untuk tanaman semusim dan usaha pertanian,
oleh karena itu harus tetap dipertahankan sesuai dengan lingkungan
alaminya. Pada umumnya tanah pada lahan kelas VIII di manfaatkan sebagai
cagar alam, hutan lindung serta wisata alam. Tanah pada lahan kelas
VIII merupakan tanah dengan kondisi lereng sangat curam atau permukaan
tanah sangat berbatu, dapat berupa batuan lepas atau batuan singkapan
serta tanah pasir.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungan Anda ke blog kami, mohon masukkannya