Tuesday, July 19, 2011

Tata Cara Budidaya Tanaman Tebu (Bagian 3: Pemeliharaan Tanaman "Maintenance")




3. Pemeliharaan Tanaman (Maintenance)

Pemeliharaan tanaman dapat dilihat pada diagram alir berikut ini


a. Aplikasi kapur pertanian (dolomite/calcite, gypsum)

Kegiatan penaburan ini dilakukan dengan tujuan untuk menambah kandungan unsur mikro Magnesium (Mg, Ca) yang berfungsi untuk menaikkan pH tanah menuju netral karena tanah Podzolik Merah Kuning merupakan tanah yang memiliki pH yang relatif rendah dan kurang baik untuk pertumbuhan tanaman tebu. Gypsum juga menyediakan Ca (kalsium) dan sulfat. Dosis yang digunakan adalah 2 ton/ha setiap penanaman kembali tebu setiap 3 - 4 tahun (Replanting cane). Di samping pemberian kapur, juga diberikan 1 ton/ha gipsum yang berfungsi meningkatkan ketersediaan kalsium dan sulfat.


b. Aplikasi blotong (filter cake)

Blotong merupakan bahan hasil sampingan berupa padatan berwarna hitam pekat dalam proses pengolahan tebu menjadi kristal-kristal gula. Penebaran blotong lebih diprioritaskan untuk areal yang memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah yaitu pada tanah yang lapisan sub-soilnya tipis atau bahan organik rendah. Dosis yang dianjurkan untuk penggunaan blotong yaitu 40 – 50 ton/ha.

c. Aplikasi stillage

Stillage merupakan hasil samping dari pengolahan tetes tebu yang diaplikasikan setelah kegiatan tebang selesai dilakukan dengan dosis 20.000 liter/ha (kandungan K adalah 1% di dalam stillage). Stillage kaya dengan kalium, sehingga dengan takaran yang diberikan akan mampu menggatikan pupuk KCl. Stillage juga cukup mengandung nitrogen, bila disetarakan dengan pupuk ZA, maka takaran sitillage yang diberikan setara dengan 200 kg ZA. Mengingat komposisinya, maka bahan ini secara ekonomi dapat mengefisienkan dan mengurangi biaya produksi dalam segi pemupukan, hanya saja jumlah yang terbatas menyebabkan pemanfaatannya masih terbatas. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah bahan organik yang terkandung di dalammya masih mempuyai BOD dan COD yang masih tinggi.

c. Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama dan penyakit dalam budidaya tanaman merupakan hal yang perlu menjadi perhatian karena dapat menimbulkan kerugian ekonomi apabila serangan hama melebihi ambang ekonomi. Agar tidak terjadi ledakan serangan hama dan penyakit, maka perlu dilakukan pengendalian hama dan penyakit pada tanaman tebu mulai umur tanaman 1 bulan. Penggerek pucuk dan batang merupakan hama-hama utama di beberapa pabrik gula khususnya di Jawa dan Sumatera. Hama penggerek pucuk Triporyza nivela intacta menyerang tunas umur 2 minggu hingga saat tebang. Pucuk tebu yang terserang akan mati atau membentuk siwilan. Hama penggerek yang menyerang batang tebu adalah Proceras sacchariphagus (penggerek bergaris), Chilo auricilia (penggerek berkilat), eucosma scistaceana (penggerek abu-abu), Chilotraea infuscatela (penggerek kuning), Sesamia inferens (penggerek jambon) dan Pragmataesia castanea (penggerek raksasa). Kerugian akibat serangan penggerek berupa batang-batang yang mati tidak dapat digiling dan penurunan bobot tebu atau rendemen akibat kerusakan pada ruas­ruas batang. Kerugian gula akibat serangan penggerek pucuk ditentukan oleh jarak waktu antara saat penyerangan dan saat tebang. Menurut Wiriotmodjo (1970), kehilangan rendemen dapat mencapai 50 % jika menyerang tanaman tebu umur 4-5 bulan dan 4 - 15 % pada tebu yang berumur 10 bulan. Hasil pengamatan Wirioatmodjo (1973), pada tingkat serangan ruas sebesar 20 %, penurunan hasil gula dapat mencapai 10 %.

Pengendalian hama penggerek dengan cara mekanis dan kimiawi semakin mahal dan sulit dilakukan. Oleh karena itu pengendalian secara terpadu (PHT) merupakan alternatif yang terbaik. Kegiatan PHT dilakukan secara terpadu dengan menggabungkan berbagai macam cara pengendalian yang meliputi pengendalian secara mekanis, kultur teknis, biologis, dan kimiawi. Pengendalian secara mekanis yang dilakukan di antaranya tangkap kupu-telur, klentek, dan roges. Pengendalian kultur teknis meliputi penanaman dengan menggunakan varietas unggul yang tahan terhadap hama dan penyakit, dan penggunaan blok sistem dalam tebang. Pengendalian hama secara biologis dengan menggunakan parasitoid dan predator seperti Trichogamma chilonis, Cotesia flavipes, Sturmiopsis inferens, Tetrastichus scoenobii, dan Elasmus zehteneri. Pengendalian secara kimiawi dengan aplikasi carbofuran dengan Microband dan spray pesawat untuk hama penggerek pucuk dan kutu bulu putih.

Pengendalian penyakit Pembuluh dengan perawatan air panas 50° C selama 2 jam terhadap bibit tebu dapat mengembalikan hasil yang hilang sebesar lebih kurang 10 %, tetapi kendala yang dihadapi adalah ketiadaan tangki air panas di pabrik gula­pabrik gula.

Penyakit Luka Api yang disebabkan oleh jamur Ustilago scitaminea Sydow merupakan penyakit penting di Indonesia. Sejak ledakannya pada tahun 1979, penyakit ini kemudian menyebar ke kebun-kebun tebu di Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Dari survei yang pernah dilakukan di areal perkebunan tebu di Jawa Barat, serangannya mencapai ± 40 %.


Bersambung ke Bagian 4: Pemanenan (Harvesting)

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan Anda ke blog kami, mohon masukkannya